BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Keluarga
merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan sosial. Di dalam kelompok ini
terbentuklah norma-norma sosial.
Pengalaman berinteraksi dalam keluarga akan menentukan tingkah laku
dalam kehidupan sosial diluar keluarga. Keluarga juga merupakan satuan unit
sosial terkecil yang memberikan pondasi dalam pemeliharaan anak. Anak adalah
ciptaan Allah, tercipta melalui perkawinan seorang laki-laki dan perempuan, dan
dengan kelahirannya seorang anak bisa menimbulkan keharmonisan dalam keluarga
asalkan orang tua bisa mendidiknya dengan baik dan benar.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang
dimaksud dengan istilah pendidikan dalam konteks Islam?
2.
Apa yang
dimaksud dengan keluarga?
3.
Apa saja fungsi
dan peran keluarga?
4.
Bagaimana cara
pola asuh anak dan tanggungjawab keluarga?
5.
Bagaimana
proses perkembangan terhadap anak?
6.
Bagaimana pola
asuh anak dalam perspektif Islam?
7.
Apa yang
dimaksud dengan metode pengasuhan anak?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Untuk
mengetahui apa yang dimaksud dengan istilah pendidikan dalam konteks Islam.
2.
Untuk
mengetahui apa yang dimaksud dengan keluarga.
3.
Untuk mengetahui
apa saja pungsi dan peran keluarga.
4.
Untuk
mengetahui bagaimana pola asuh anak dan tanggungjawab keluarga.
5.
Untuk
mengetahui bagaimana proses perkembangan terhadap anak.
6.
Untuk
mengetahui bagaimana pola asuh anak dalam perspektif Islam.
7.
Untuk
mengetahui apa yang dimaksud dengan metode pengasuhan anak.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Istilah Pendidikan
Dalam Konteks Islam
Istilah Pendidikan dalam konteks islam telah banyak dikenal dengan
menggunakan term yang beragam, yaitu At-Tarbiyah, At-Ta’lim, At-Ta’dib. Setiap
term tersebut mempunyai makna dan pemahaman yang berbeda, walaupun dalam
hal-hal tertentu, ia mempunyai kesamaan pengertian. Pemakaian ketiga istilah
tersebut, apalagi pengkajiannya dirujuk berdasarkan sumber pokok ajaran Islam (Al-Qur’an
dan As-Sunnah), setelah akan memberikan pemahaman yang luas tentang pengertian
pendidikan Islam, secara subtansi filosofis pun akan memberikan gambaran
mendalam tentang bagaimana sebenarnya hakikat dari pendidikan Islam tersebut.
Istilah At-Tarbiyah tidak dipergunakan dalam leksiologi Al-Qur’an,
tetapi yang senada dengannya adalah Ar-Rabb, yaitu fonem yang seakar dengan
At-Tarbiyah yang mempunyai makna At-Tanmiyah, yaitu pertumbuhan dan
perkembangan. Didalam Al-Qur’an mengartikan Ar-Rabb dengan makna pemilik, yang
Maha Memperbaiki, Maha Pengatur, Maha Menambah, dan yang Maha Menunaikan. Makna
At-Tarbiyah dapat diartikan sebagai mengasuh. Menanggung, memberi makan,
mengembangkan, memelihara, membuat, membesarkan, menjinakkan.
Selanjutnya, istilah Ta’lim berasal dari kata ‘Allama yang berarti
transmisi ilmu pengetahuan pada jiwa induvidu tanpa adanya batasan dari
ketentuan tertentu. Hal tersebut didasarkan pada firman Allah dalam Q.S.
Al-Baqarah ayat 31 yang artinya: “Dan Dia mengajarkan kepada Adam, nama-nama
benda seluruhnya, kemudian mengemukakan kepada malaikat kemudian berfirman:
Sebutkanlah nama-nama benda itu jika memang kamu orang-orang benar”.
Adapun istilah Ta’dib mengandung pengertian, berupa proses
pengenalan dan pengakuan secara berangsur-angsur yang ditanamkan kepada manusia
tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan
penciptaan, sehingga membimbing dan mengarah kepada pengakuan kekuasaan dan
keagungan Tuhan di dalam tatanan wujud dan keberadaannya.
B.
Pengertian Keluarga
Ditinjau dari aspek kebahasaan, dalam bahasa inggris kata
“keluarga” adalah family yang berasal dari kata familier yang berarti dikenal
dengan baik atau terkenal. Selanjutnya kata itu tidak terbatas pada keluarga
manusia saja, akan tetapi membentang dan meluas sehingga meliputi setiap
anggotanya untuk saling mengenal. Secara etimologi berarti ikatan.
Dalam norma ajaran islam, asal-usul keluarga itu terbentuk dari
perkawinan (laki-laki dan perempuan), asal-usul ini erat kaitannya dengan
ajaran islambahwa dalam upaya pengembangkiakan keturunan manusia hendaklah
dilakukan dengan perkawinan. Oleh karena itu, pembentukan keluarga diluar
peraturan perkawinan dianggap sebagai perbuatan dosa.
Adapun bentuk-bentuk keluarga di klasifikasikan dalam beberapa
bentuk keluarga, yaitu:
1.
Keluarga
Nuklir, yaitu kelompok manusia yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak yang belum
memisahkan diri dan belum membentuk keluarga sendiri.
2.
Keluarga Luas,
yaitu keluarga yang terdiri dari semua orang yang berketurunan dari kakek,
nenek, yang sama dan termasuk keturunan masing-masing istri dan suami.
3.
Keluarga
Pangkal, yaitu jenis keluarga yang menggunakan sistem pewarisan kekayaan pada
satu anak yang paling tua.
4.
Keluarga
Gabungan, yaitu keluarga yang terdiri dari orang-orang yang berhak atas hasil
milik keluarga.
Sementara dalam hubungan keluarga, bahwa sepasang suami istri
memiliki tiga struktur, yaitu:
1.
Struktur
komplementer atau pola keluarga tradisional
Pada struktur ini ada dua pihak yang menjalankan peran yang tidak
sama, struktur ini bertentangan dengan asumsi sebagian orang yang menyatakan
bahwa keluarga itu akan baik apabila kedua belah pihak, suami istri, mempunyai
kesamaan. Dalam kesamaan ini, kesamaan justru merusak hubungan suami istri.
Dari sekian banyak penelitian, ditemukan bahwa struktur keluarga yang terjamin
stabilitasnya adalah struktur keluarga tradisional, misal suami mencari nafkah,
istri berperan sebagai pengurus rumah tangga yang memelihara anak dan
sebagainya.
2.
Struktur
Simetris atau pola keluarga modern
Suami istri memasuki pernikahan seperti memasuki sebuah kontrak,
dan umumnya mereka menuliskan kontrak ini secara tertulis. Masing-masing
mempunyai kehidupan sendiri-sendiri, mereka diikat oleh sebuah kerja sama yang
disebut sebagai kontrak keluarga, istri bisa mengajar karir tanpa dihalangi
suami, begitu juga suami. Struktur simetris ini cenderung tidak stabil, bahkan
biasanya tidak tahan menghadapi goncangan yang terjadi pada kehidupan keluarga,
masing-masing pihak cenderung menyelesaikan persoalannya sendiri-sendiri.
Struktur simetris ini tampaknya bagus untuk pertumbuhan individual setiap
anggota keluarga, tetapi tidak bagus menghadapi krisis keluarga.
3.
Struktur
Paralel
Yaitu gabungan antara struktur komplementer dan struktur simetris.
Dalam struktur ini, kedua belah pihak berada dalam hubungan saling melengkapi
dan saling bergantungan, tetapi dalam waktu yang sama mereka memiliki beberapa
bagian dari perilaku kekeluargaan mereka yang mandiri. Misalnya istri meminta
dalam masalah-masalah tertentu,maka bebas melakukan sesuatu. Begitu pula dalam
masalah yang lain, harus ada persetujuan bersama. Dengan kata lain, ada bagian
dari hubungan itu yang komplementer dan ada juga bagian yang simetris.
Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan sosial,
di dalam kelompok ini terbentuklah norma-norma sosial. Di dalam keluarga,
manusia pertama kali belajar memperhatikan keinginan –keinginan orang lain.
Pengalaman berinteraksi dalam keluarga akan menentukan tingkah laku dalam
kehidupan sosial diluar keluarga. Keluarga merupakan satuan unit social
terkecil yang memberikan pondasi pemeliharaan anak.
Sejalan dengan pandangan diatas, keluarga merupakan satuan sosial
terkecil dalam kehidupan umat manusia sebagai makhluk sosial, karena ia
merupakan unit pertama dalam masyarakat terhadap terbentuknya proses
sosialisasi dan perkembangan induvidu. Sementara hubungan keluarga dengan
lingkungan sosial tampaknya masih besar, terutama pada lapisan menengah dan
bawah, bahkan dapat dikatakan bahwa faktor-faktor eksternal lebih besar
perannya dalam pembentukan kepribadian seseorang.
C.
Fungsi dan
Peran Keluarga
Fungsi keluarga adalah suatu pekerjaan atau tugas yang harus
dilakukan didalam atau diluar keluarga itu. Fungsi disini mengacu kepada
kegunaan individu dalam sebuah keluarga yang pada akhirnya mewujudkan hak dan
kewajiban. Mengetahui fungsi keluarga amat penting, sebab dari sinilah kemudian
dapat terukur dan terbaca sosok keluarga yang harmonis. Dapat dipastikan bahwa
munculnya krisis dalam rumah tangga adalah sebagai akibat tidak berfungsinya
salah satu fungsi keluarga. Peran keluarga yaitu orang tua memenuhi segala
kebutuhan yang dibutuhkan oleh anak dari mulai sarana pembelajaran dan lain
sebagainya.
Melly Sri mengemukakan bahwa secara sosiologis ada Sembilan fungsi
keluarga, yaitu sebagai berikut:
1.
Fungsi biologi
2.
Fungsi ekonomi
3.
Fungsi kasih
sayang
4.
Fungsi
pendidikan
5.
Fungsi
perlindungan (proteksi)
6.
Fungsi
sosialisasi anak
7.
Fungsi rekreasi
8.
Fungsi agama
9.
Fungsi
status keluarga
D.
Pola Asuh Anak
dan Tanggungjawab Keluarga
Perkawinan dalam perspektif islam, merupakan akad yang memiliki
dasar sangat kuat dan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang
sakinah, mawaddah, dan rahmahdiantara sesama anggota keluarga (ayah, ibu, dan
anak). Manakalakah pasangan bsuami istri
telah mampu mewujudkan jalinan kasih sayang dan kedamaian dalamrumah tangganya,
maka kemungkinan besar pasangan tersebut secara kooperatifakan mampu
menunanaikan misi perkawinan berikutnya yaitu melahirkan keturunan (anak) yang
tangguh dan berkualitas, tumbuh, dan berkembang menjadi anak yang berguna bagi
masyarakat.
Dalam upaya menghasilkan generasi penerus yang tangguh dan
berkualitas diperlukan adanya usaha yang konsisten dan kontinuedari orang tua
didalam melaksanakan tugas memelihara, mengsuh, dan mendidik anak-anak mereka
baik lahir maupun batin, sampai anak tersebut dewasa dan mampu berdiri sendiri,
dimana tugas ini merupakan kewajiban orang tua.
Tumbuh kembangnya anak secara kejiwaan (mental intelektual dan
mental emosional) yaitu IQ dan EQ amat dipengaruhi oleh sikap, cara, dan
kepribadian orang tua dalam memelihara, mengasuh, dan mendidik anaknya. Sebab
dalam masa pertumbuhan dan perkembangan
anak terjadi proses imitasi dan identifikasi anak terhadap kedua orang
tuanya. Oleh karena itu, sudah sepatutnya orang tua mengetahui beberapa aspek
pengetahuan dasar yang sehubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan.
Oleh sebab itu, setiap orang yang menginjak kakinya dalam berumah
tangga pasti dituntut untuk dapat menjalankan bahtera keluarga dengan baik,
karena dari keluarga ini akan lahir generasi baru sebagai penerus, yaitu anak.
Apabila gagal dalam memelihara, mengasuh, mendidiknya, anak yang semula menjadi
dambaan keluarganya maka akan berbalik menjadi fitnah dikeluarganya itu.
Kewajiban mengasuh dan memelihara anak yang masih kecil atau belum
dewasa, dibebankan kepada ibu dan bapaknya. Karena pemeliharaan dan pengasuhan
anak adalah hak anak. Dalam surat Al-Baqarah ayat 233 dinyatakan:
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya
selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan
kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf.
Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang
ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan
warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua
tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas
keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada
dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah
kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu
kerjakan.”
Tanggung
jawab orang tua terhadap anaknya dalam hal pengasuhan, pemeliharaan, dan
pendidikan anak, ajaran Islam menggariskannya sebagai berikut:
1. Tanggungjawab pendidikan dan pembinaan akidah
2. Tanggungjawab pendidikan dan pembinaan akhlak
3. Tanggungjawab pemeliharaan kesehatan anak
4. Tanggungjawab pendidikan dan pembinaan
intelektual
5. Tanggungjawab kepribadian dan sosial
E.
Proses
Perkembangan Terhadap Anak
Anak sebagian dirumuskan dalam Al-Qur’an surat An-Nisa :1 yang
artinya, “Tercipta melalui ciptaan Allah dengan perkawinan seorang laki-laki dan seorang perempuan dan dengan
kelahirannya.”. Dalam ayat lain dikatakan bahwa anak, adalah perhiasan duniawi
(QS. Al-Kahfi:46). Dan anak sebagai cobaan (QS. Al-Anfal:28).
Menurut Subono Hadisubroto, anak apalagi dilihat dari perkembangan
usianya, dapat dibagi menjadi 6 periode:
1.
Umur 0-3 tahun.
Pada periode ini, yang terjadi adalah perkembangan fisik penuh. Oleh karena
itu, anak yang lahir dari keluarga cukup material, pertumbuhan fisiknya akan baik
dibandingkan dengan kondisi ekonomi yang rata-rata.
2.
Umur 3-6 tahun.
Pada masa ini, yang berkembang adalah bahasanya. Oleh karena itu, dia akan
bertanya segala macam.
3.
Umur 6-9 tahun.
Pada masa ini, masa terbaik untuk menanamkan contoh teladan perilaku yang baik.
4.
Umur 9-12
tahun. Pada masa ini, anak sudah menimbulkan pemberontakan, dalam arti
menentang apa yang tadinya dipercaya sebagai nilai atau norma, masa ini
merupakan masa kritis.
5.
Umur 12-15
tahun. Pada masa ini sudah mulai terjadi pematangan dan sudah menyadari adanya
lawan jenis.
6.
Umur 15-18
tahun. Pada masa ini merupakan masa penentuan hidup.
F.
Pola Asuh Anak
Dalam Perspektif Islam
Kehidupan keluarga yang tentram, bahagia, dan harmonis baik bagi
orang yang beriman, maupun orang kafir merupakan suatu kebutuhan muthlak.
Apabila orang tua gagal dalam memerankan dengan baik dalam membina hubungan
masing-masing pihak maupun dalam memelihara, mengasuh, dan mendidik anak yang
semula menjadi dambaan keluarga malah terbalik menjadi boomerang dalam
keluarga.
Oleh karena itu, dalam kaitannya dengan pemeliharaan dan pengasuhan
anak ini, dalam Al-Qur’an dan hadits telah dijelaskan secara terperinci, baik
mengenai pola pengasuhan anak pra kelahiran, maupun pasca kelahiran. Allah SWT
memandang, bahwa anak merupakan perhiasan dunia.
Untuk menjelaskan bagaimana pandangan islam tentang pola asuh ini,
maka kerangka teori yang digunakan ini bersumber dan berpedoman pada apa yang
telah dijelaskan dalam Al-Qur’an, hadits, maupun beberapa pendapat ulama.
Sehubungan dengan hal itu, maka pola pengasuhan anak yang tertuang
dalam sumber-sumber itu dimulai dari:
1.
Pembinaan
pribadi calon suami istri, melalui penghormatannya kepada orang tua
Dalam Al-Qur’an dijelaskan, bahwa harapan agar anak menjadi baik
(shaleh) dengan sikap hormat dan berbakti kepada orang tua, mempunyai
keterkaitan yang erat. Seseorang yang tidak hormat dan tidak berbakti kepada
orang tuanya berdampak pada tidak akan diridhai segala amal ibadahnya.
2.
Memilih
pasangan hidup yang sederajat
Kufu dalam perkawinan adalah sama, sederajat, sepadan, atau
sebanding. Calon suami sebanding dengan calon istrinya sama dalam kedudukan,
tingkat sosialnya, dan sederajat dalam akhlak serta kekayaannya.
Allah SWT berfirman dalam surat An-Nisa’ ayat 34, yang artinya:
“Kaum
laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah
melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita),
dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.
Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara
diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).”
Allah SWT sudah memberikan ketentuan yang tidak dapat diubah-ubah
atau sudah merupakan sunnatullah, ialah bahwa keharmonisan rumah tangga itu,
manakala lelaki dapat menjadi kawan hidupnya dan menguasai segala sesuatu yang
masuk dalam urusan rumah tangganya itu sebagaimana pemerintah yang baik, pasti
dapat menguasai dan mengatur sepenuhnya perihal keadaan rakyat.
Manakala ini terbalik, misalnya istri yang menguasai suami, atau
sama-sama berkuasanya, sehingga seolah-olah tidak ada pengikut dan yang
diikuti, tidak ada pengatur dan yang diatur, sudah pasti keadaan rumah tangga
itu menemui kericuan dan tidak mungkin ada ketenangan dan ketentraman
didalamnya.
Istri itu baru dapat dianggap shalihah, apabila ia selalu taat
kepada Allah, melaksanakan hak-hak suami, memelihara diri di waktu suaminya
tidak dirumah dan tidak seenaknya saja dalam hal memberikan harta yang menjadi
milik suaminya itu. Dengan demikian, istri itupun pasti akan dilindungi oleh
Allah dalam segala hal dan keadaan, juga ditolong untuk dapat melaksanakan
tanggungjawabnya yang dipikulkan kepadanya mengenai urusan rumah tangganya itu.
3.
Melaksanakan
pernikahan sebagaimana diajarkan oleh agama islam
Salah satu dari jenis kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan untuk
menyalurkan hasrat biologis, dan manusia memerlukan pasangan jenisnya. Dan
syari’at islam telah memberi tuntunan yang jelas yaitu dengan cara membentuk
suatu ikatan perkawinan.
4.
Berwudhu dan
berdoa pada saat melakukan hubungan badan suami istri
Ajaran islam menjelaskan, ketika seorang akan melakukan hubungan
badan maka di anjurkan untuk berwudhu dan berdoa terlebih dahulu.
Kewajiban istri terhadap suami:
Dari Abu hurairah r.a, berkata, Rasulullah SAW bersabda:
“Jikalau seseorang lelaki mengajak istrinya ke tempat tidurnya,
tetapi istri itu tidak mendatangi ajakan tadi, lalu suami itu marah pada malam
harinya, maka para malaikat melaknat, mengutuk istri itu sampai waktu
pagi.”(Muttafaqun ‘alaih).
Dalam riwayat lain disebutkan, Rasulullah SAW bersabda:
“Demi Zat yang jiwaku ada di dalam genggaman kekuasaanNya, tiada
seorang lelaki pun yang mengajak istrinya untuk datang ke tempat tidurnya, lalu
istri itu menolak ajakannya, melainkan semua penghuni yang ada di langit-yakni
para malaikat-sama murka pada wanita itu sehingga suaminya rela padanya –yakni
mengampuni kesalahannya.
5.
Menjaga, memelihara,
dan mendidik bayi (janin) yang ada dalam kandungan ibunya
Ajaran islam menjelaskan bahwa membina hubungan harmonis dalam
rumah tangga antara suami istri sangat dianjurkan. Sebab hubungan itu akan
memberi kesan positif terhadap anak yang akan dan sedang dikandung. Orang tua
juga harus bisa menjaga kesehatan fisik dan mental bayi yang berada dalam
kandungan, mendoakan bayi yang ada dalam kandungan.
G.
Metode
Pengasuhan Anak
Adapun metode pengasuhan anak sebagaimana tertuang dalam ajaran Islam
baik yang terungkap dalam Al-Qur’an, hadits, maupun pemikiran dari para ilmuan
adalah sebagai berikut:
1.
Pola asuh anak
dengan keteladanan orang tua
Orang tua dalam rumah tangga adalah contoh ideal bagi anak-anaknya.
Anak akan meniru tindakan, perilaku orang tuanya, baik dalam bentuk perkataan
maupun perbuatan.
2.
Pola asuh anak
dengan pembiasaan
Pengasuhan anak harus didasari oleh metode pembiasaan, sebab dengan
hanya memberi teladan yang baik saja tanpa diikuti oleh pembiasaan belumlah
cukup, contoh metode pembiasaan ialah dengan mendirikan shalat.
3.
Pola asuh anak
dengan cerita
Metode cerita dijadikan salah satu pola pengasuhan anak dalam
ajaran islam, didasarkan bahwa seni adalah sumber dari rasa keindahan dan
bagian dari pendidikan. Demikian juga sastra, termasuk cerita, juga menjadi
bagian dari keduanya. Abdul Majid mengatakan, cerita merupakan salah satu
bentuk karya sastra yang memiliki keindahan dan kenikmatan tersendiri, baik
bagi pengarang yang menyusunnya, pendongeng yang menyampaikannya, maupun
penyimak yang menyimaknya.
4.
Pola asuh
dengan pemberian hukuman
Dalam kenyataan kehidupan berkeluarga, dapat disaksikan bahwa
diantara anak ada yang sangat agresif, suka relawan, berkelahi, senang
mengganggudan berwatak sedemikian bandelnya sehingga sukar mengendalikannya
melalui cara atau metode yang lazim digunakan untuk sebagian besar anak-anak.
Oleh karena itu, untuk mengasuh anak yang berprilaku seperti diatas, ajaran
islam menerapkan dan membenarkan pengusahaannya dengan metode hukuman, manakala
dengan metode-metode lain tidak berhasil.
Pemberlakuan hukuman itu dapat dipahami, karena disatu sisi islam
menegaskan bahwa anak adalah amanat yang dititipkan Allah kepada orang tuanya.
Disisi lain, setiap orang tua yang mendapatkan amanat itu wajib bertanggung
jawab atas pemeliharaan dan pengasuhannya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pendidikan dalam konteks Islam telah banyak dikenal dengan
menggunakan term yang beragam, yaitu At-Tarbiyah, At-Ta’lim, At-Ta’dib. Istilah
At-Tarbiyah tidak dipergunakan dalam leksiologi Al-Qur’an, tetapi yang senada
dengannya adalah Ar-Rabb, yaitu fonem yang seakar dengan At-Tarbiyah yang
mempunyai makna At-Tanmiyah, yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Selanjutnya,
istilah ta’lim berasal dari kata ‘allama yang berarti transmisi ilmu
pengetahuan pada jiwa induvidu tanpa adanya batasan dari ketentuan tertentu. Adapun
istilah ta’dib mengandung pengertian, berupa proses pengenalan dan pengakuan
secara berangsur-angsur yang ditanamkan kepada manusia tentang tempat-tempat
yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan, sehingga membimbing
dan mengarah kepada pengakuan kekuasaan dan keagungan Tuhan di dalam tatanan
wujud dan keberadaannya.
Keluarga adalah family yang berasal dari kata familier yang berarti
dikenal dengan baik atau terkenal. Metode-metode pengasuhan anak:
1.
Pola asuh anak
dengan keteladanan orang tua
2.
Pola asuh anak
dengan pembiasaan
3.
Pola asuh anak
dengan cerita
4.
Pola asuh anak
dengan pemberian hukuman
B.
Saran
Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kritik
dan saran sangat penulis harapkan untuk memperbaiki penulisan selanjutnya. Semoga
makalah ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Good, William J. 1995. Sosiologi Keluarga. Jakarta: Bumi
Aksara.
Muhaimin. 1993. Pemikiran Pendidikan Islam, Kajian
Filosofis dan Kerangka Dasar Operasionalisasinya. Bandung: Trigenda Karya.
Rahmat, Jalaluddin. 1984. Keluarga Muslim Dalam Masyarakat
Modern. Bandung: Rosda Karya.
Sabiq, Sayyid. 1987. Fiqih Sunnah, Terjemahan Moh. Thalib.
Bandung: PT. Al-Ma’arif.
Tafsir, A. dkk. 2004. Cakrawala Pemikiran Pendidikan Islam.
Bandung: Mimbar Pustaka.
Ulwah, Abdullah. 1981. Tarbiyatul Al-Aulad fi Al-Islam. Beirut:
Dar Al-Salam.
Ust. Alhafid dan Ust. Suhaemi Masrap.1986. Riadhus Shalihin.
Surabaya: Mahkota.
http://www.totosimandja.co.cc/2012/06/makalah-sosiologi-pendidilan-tentang.html
Posting Komentar